Website tentang analisis ilmu ekonomi, pelajaran ekonomi, akuntansi, berita ekonomi Indonesia dan dunia

Faktor-faktor Penyebab Perusahaan Melakukan Manajemen Laba

Di dalam akuntansi dan penerapannya di dunia kerja, terdapat yang namanya manajemen laba (earnings management). Jika anda belum tahu apa itu manajemen laba dan jenis-jenis manajemen laba yang sering dilakukan perusahaan, anda bisa baca pos-nya disini: Definisi Manajemen Laba dan Jenis-jenis Manajemen Laba. Nah, pada pos ini saya akan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perusahaan tertarik melakukan manajemen laba?

Menurut Scott (2003), terdapat 6 faktor yang menyebabkan perusahaan melakukan manajemen laba:

1. Rencana bonus (Bonus scheme)

Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus (bonus scheme) akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya. Hal ini dipicu oleh adanya informasi asimetris antara manajer dan investor berkenaan dengan laba bersih yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan, di mana pihak manajer memunyai informasi lebih sebelum dilaporkan dalam laporan keuangan. 

Sedangkan pihak luar dan investor tidak bisa mengetahui sampai mereka membaca laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu, manajer perusahaan akan berusaha mengatur tingkat laba bersih berdasarkan kontrak perjanjian mereka dengan perusahaan sehingga dapat memaksimalkan tingkat bonus yang mereka terima.

2. Kontrak Utang Jangka Panjang (Debt covenant)

Faktor ini menyatakan menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metoda akuntansi yang dapat memindahkan laba perioda mendatang ke perioda berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang.

3. Motivasi politik (Political motivation)

Faktor ini menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat perioda kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari
pemerintah.

4. Motivasi perpajakan (Taxation motivation)

Faktor ini menyatakan bahwa perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan. Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.

5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer)

Pada umumnya CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya menjelang berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima.

6. Penawaran saham perdana (Initial public offering)
Ketika perusahaan melakukan penawaran saham untuk pertama kalinya, perusahaan biasanya dihadapkan pada masalah penentuan harga saham yang akan ditawarkan karena perusahaan belum mempunyai harga pasar. Selain itu, dikarenakan belum adanya informasi keuangan mengenai perusahaan yang tersedia secara publik bagi para investror membuat informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting karena tidak ada informasi lain yang lengkap mengenai perusahaan kecuali prospektus. 

Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai perusahaan. Manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan dengan tujuan menampilkan prospek perusahaan dan memberikan “sinyal” yang bagus untuk mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor

Selain Scott (2003), Watts & Zimmerman (1986) juga menjelaskan motivasi perilaku manajemen laba yang didasarkan atas tiga hipotesis teori akuntansi positif, yaitu sebagai berikut. 

1. The Bonus Plan Hypothesis

Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metoda akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. 

Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan.

Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada perioda berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.

2. The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis)

Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metoda akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.

3. The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)

Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metoda akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari perioda sekarang ke perioda masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik ini muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.

0 comments:

Post a Comment